Kamis, 28 Januari 2010

Perempuan itu

Padanya di antara langit sore dan hujan yang baru saja memulai tugasnya,.

Seakan hanya sejumlah mataku yang tahu, sebab seketika telingaku menjadi buta, pun bibirku menjadi lumpuh, dan tubuhku entah kemana, siapa yang pinjam. Sebegitu parah kah aku!

Kepadanya seperti aku air sungai yang deras mengalir, lalu berhenti seketika karena kaku membeku menjadi es, kemudian butuh lama waktu merubah kembali menjadi air.

Lalu kepadanya, termalanglah bahagiaku ini, kasihan aku!

Padanya pun tak mampu mendekatkan ini raga, pergi sudah keberanianku. Terlebih lagi untuk sekedar menyapa apalagi bercakap. Ah, mengapa begitu lemah bibir ini tuk memuntahkan kata padanya.

Aku takut! Aku gugup! Aku tolol! Aku bingung! Aku sakit! Aku dingin! Aku tidak biasa! Aku gila! Aku sapi! Aku tukang sapu! Aku kernet bus! Aku tukang copet! Aku jalanan, Sok Penyair!

Aku balita, yang takut ditinggal ibu pergi belanja!

Entalah bagaimana cara harus mulainya, dengan apa, selanjutnya apa, lalu bagaimana, kemudian, akhirnya???

Masih padanya terus saja sejumlah mataku memandanginya, hingga semakin aku jatuh padanya.
Sungguh padanya dadaku pecah, hatiku berdesir! Rasanya, seperti diterjang gajah dengan keempat kaki bulatnya yang tak kecil. Matikah aku seketika?

**
Semua olehmu duhai perempuan Sabtu sore di Januari nomor urut 23.
Hanya padamu, pada indahmu,.

Hingganya akulah tong sampah, dan flamboyan bukanlah aku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar