Kamis, 28 Januari 2010

Talk less do more

Buah pikir baginya adalah cermin diri,
tertulis apa adanya,
menantang pikir menggugah jiwa,
pada sesuatu terbalut asa,

tak gampang kandas pada pedas reaksi,

selama jujur mewakili jiwa


Baginya,

menuangkan pikiran dalam tulisan
adalah
'talk less do more'

Clas Mild, Djenar Maesa Ayu

Gowes Sepeda ke Tawangmangu

Meniduri kota Solo, di bulan kedua lewat sekian hari, aku bosan berdiam di kamar kost saja. Ya, hari ini aku akan melangkahkan kaki (ehhh, gowes sepeda deh...) mengubur kebosananku sesaat di penjara label kost, Solo.

Solo (Sala) itu ya, merupakan nick name dari kota Surakarta. Secara aku sendiri dulu masih belum paham yang mana namanya Solo yang mana Surakarta. Eh, gak taunya sama aja! Menurut sejarahnya, dahulu Solo atau Surakarta merupakan daerah daerah istimewa loh, sama halnya seperti Daerah Istimewa Yogyakarta. Tapi sayangnya status tersebut tidak berumur panjang karena terjadi revolusi sosial, hingga pada akhirnya berubah menjadi wilayah kerasidenan. Di bawah pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono XII, kerasidenan Surakarta mempunyai wilayah yang cukup luas meliputi Kota Surakarta, Karanganyar, Sukowati, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali. Meskipun di masa pemerintahan sekarang karesidenan Surakarta sudah tidak berlaku lagi, tapi warga dari daerah tersebut tetep menyebut dirinya orang 'Solo'. Mereka bangga dengan identitas ‘Cah Solo’, mungkin juga bagian untuk membedakan diri mereka dengan orang dari wilayah Jawa tengah yang lain seperti Semarang dan Yogya. Nah, di salah satu tempat ada wisata Tawangmangu. Nah, sekarang aku mo ceritain perjalanan ku menuju Tawangmangu.

Begini ceritane,
Tawangwangu yang merupakan obyek wisata di Solo, letaknya di kabupaten Karanganyar. Tawangmangu di kenal sebagai obyek wisata pegunungan di lereng barat Gunung Lawu, seperti air terjun Grojogan Sewu, air terjun Pringgodani, Puncak Lawu, Sentra Tanaman Hias di desa Nglurah, bumi perkemahan, dan tempat olahraga keren Flying Fox. Katanya sih bisa ditempuh dengan kendaraan darat (mobil atau motor) selama sekitar satu jam dari kota Surakarta (Solo). Tapi cerita itu salah, gak bener menurut ku. Karena untuk menuju ke sana aku menghabiskan waktu sampai enam jam lebih (Loh kenapa mas? Kok lama bener!). Ya iyalah, orang pake sepeda gowes! Hehehe...

Tepatnya Sabtu pagi ku ajak paksa sepedaku keluar dari kost yang belum bisa membuat aku betah berdiam diri. Tanpa banyak persiapan ku mulai perjalananku dengan apa adanya, apa-apa ada? Ya gak ada apa-apa. Berbekal daypack ala backpacker aku mulai menyisir jalan pukul enam pagi lewat lima belas menit. Keluar dari kost langsung menuju salah satu warung di daerah Palur, di sana aku menambah bekal dengan membeli air mineral Pocari Sweet (bukan sponsor loh!) untuk menambah stamina. Tanpa tergiur dengan sarapan pagi yang dijajakan warung tersebut ku mulai menggowes lagi sepedaku. Eitss, tak lupa helm merah kesayangan tetep harus dipakai, ya biar safety gitu!

Melewati Palur dan aku sempat berpapasan dengan rombongan berpeseda. Kelihatannya sih orang klab, berbeda dengan ku yang suka ke mana-mana sendiri (padahal lagi gak ada temen yang bisa diculik untuk ikut, hehehe). Mereka terlihat kompak sekali, tapi aku yang sendiri gak mau kalah. Aku sih cuek aja, toh malah mereka kok yang pada merhatiin aku (mereka pikir aku gila kalee...)

Kemudian aku berhenti sejenak di depan Universitas Terbuka kota Solo, tempat itu merupakan tempat terjauh yang pernah aku tempuh pake sepeda motor. Tetapi beda kali ini, sekarang aku telah melewatinya dengan bersepeda, uhuiyyy...

Masuk ke daerah Karanganyar, aku mulai menemui suasana persawahan yang memberikan kesejukan, udaranya masih sejuk banget. Udara segar yang tak dapat kujumpai sehari-hari. Toh pada dasarnya manusia memang membutuhkan udara segar atau oksigen yang bersih, sementara ruang kost ku tidak cukup memiliki sistem alur udara atau ventilasi yang baik. Atau mungkin Anda mengalami hal yang sama? Hayoo! Mau tidak mau harus kita sadari hal tersebut menjadi permasalahan kita, terlebih aktivitas jalanan sehari-hari memberi polusi seperti asap pembuangan kendaraan. Jadi betapa bahagianya bisa mendapati udara segar saat ini.
Sambil menghirup udara segar aku melanjutkan menggowes pedal sepeda dengan kakiku waktu demi waktu. Sesaat perutku yang belum diisi mulai berasa juga lapernya, lalu aku berhenti sejenak di warung tahu kupat, di seberang jalan dan maju sedikit dari monumen KB Karanganyar. Tapi saat di warung itu malah gak ada niat makan atau sarapan, gak tau juga napa? (padahal mo ngirit hi..hi..hi..). Jadinya di warung tersebut aku sekedar minum teh hanget sekaligus numpang istirahat sejenak. Sekitar 5 menit kemudian melanjutkan lagi perjalananku.

Menurut sumber yang kubaca, sebenernya bila melakukan perjalanan bersepeda jarak jauh belajarlah memanajemen waktu dan stamina, jangan terlalu banyak berhenti dalam arti tetapkan pos-pos pemberhentian, dan waktu yang digunakan saat berhenti harus konstan, plus jangan minum air es! Bisa bahaya! Hal ini coba kuterapkan, ya setidaknya belajar mengelola resiko (risk management) dan meminimalkan dampaknya.

Tetapi, masih di Karanganyar jalanan sudah mulai menanjak dan aku sudah mulai merasa capek, kedua kakiku mengajak beristirahat sejenak dan aku pun berhenti lagi akhirnya. Padahal sudah ku coba menjaga waktu untuk istirahat, ahh bodo deh! Sesaat kulihat jam sudah pukul sembilan lebih, tak ingin berlama-lama kulanjutkan perjalanan dengan sisa-sisa tenaga.

Sulit memang untuk mengatur tubuh yang tak terlatih. Mana daerah yang ku tuju adalah daerah pegunungan, jadi jalur yang di tempuh tak lain adalah tanjakan, fiuhhh melelahkan! Semangat ku mulai turun mengetahui kondisi yang seperti ini, tetapi yang namanya mundur dari tantangan itu bukanlah diriku. Dengan bekal tekad aku harus meneruskan perjalanan tunggal ini.

Kuatur posisi gigi sepedaku dengan speed yang paling ringan, meskipun perjalanan menjadi lambat karena putaran gear-nya yang kecil, tapi langkah ini sedikit mengurangi beban. Beban yang kubawa sedikit lebih ringan, tapi yahhh apa daya! Dengan jalur tanjakan berkelok-kelok seperti ini sungguh menguras tenaga.
Begitu memasuki daerah Karangpandan, kakiku sangat lelah dan semangatku semakin down, serasa sudah gak sanggup lagi. Berhenti sejenak di warung pinggir jalan, aku kelelahan, istirahat yang panjang kuhabiskan di warung ini. Sempat aku makan indomie rebus dan minum teh anget untuk menambah stamina tubuh. Sambil melepas lelah ku coba bertanya-tanya pada si pemilik warung.

“Bu’e masih berapa jauh ke Tawangmangu?” tanyaku.

Lantas si bu’e menjawab “Oh mo ke Tawangmangu toh!
“#$%@#$%&#%&#%&#%^!$@^....
..........!#$%^&(&*9689%6”

Mendengar jawabnya si bu’e aku terkejut. Secara jarak dari Solo kota ke Tawangmangu kurang lebih 70 km, perjalanan yang ku tempuh memang kurang lebih sudah separuhnya, berarti sekitar 40-an km lebih aku bersepeda. Tapi jalur yang telah kulalui belum ada seberapa jelasnya. Sontak semangatku semakin turun, fiuhhh... ingin rasanya kembali pulang saja.

Antara rasa lelah dan kebulatan tekad menyelimuti. Namun akhirnya, dengan mengambil pepatah kakek moyang ‘bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian’ (bukannya mati kemudian mas?) akhirnya kuputuskan untuk maju. Mengingat jalan yang kulalui adalah tanjakan, so pasti pulangnya nanti pasti turunan, jadi bisa nyantai dan gak bakalan capek. Dengan semangat membara (seperti Son Goku di film Dragon Ball yang keluar api-apinya, hehehe) kulanjutkan perjalananku.

Tapi apa daya semangat tinggal semangat, tenagaku tak cukup mampu melewati jalur seperti ini. Aku tak tahan lagi, tanpa pikir lagi langsung berhenti dipinggir jalan setelah belokan. Persetan dengan Tawangmangu! Pikirku. Sekitar lima belas menit aku istirahat, untuk menunaikan tekad aku mulai berpikir untuk mencari tumpangan mobil. Target utama adalah mobil pick-up karena gak mungkin bus angkutan umum atau mobil pribadi bersedia memberi tumpangan. Kuamati mobil-mobil yang lewat satu per satu. Satu dua mobil kuberi tanda dengan melambaikan tangan simbol butuh tumpangan, tapi mereka cuek bebek dan bablas aja. Sampai mobil ketiga yang kulambaikan tangan berhenti karena melihat mukaku yang begitu memelas. Huh..

“Mo kemana mas?” tanya si ibu yang duduk di depan samping sopir.

“eee, Tawangmangu bu” jawabku polos.

“Ayo naik” jawab si ibu yang kebeneran memang tujuannya ke Magetan, Jawa Timur, jadi melewati puncak katanya.

“Yes! Berhasil” teriakku dalam hati.

Ku angkat sepedaku dan kuletakkan di bak mobil, lalu aku duduk sembari memegangi sepedaku. Karena jalannya tanjakan dan berkelok-kelok jadi harus aku pegangi biar gak kenapa-napa.
Di atas mobil sambil melepas lelah, kunikmati perjalanan dengan hembusan angin sejuk membelaiku. Kumanjakan kedua mataku menikmati pemandangan nuansa pegunungan yang begitu menawan. Oh indahnya! Sampai akhirnya kurang lebih pukul dua belas aku diturunkan tepat di puncak lawu. Ucapan terima kasih pun kuhaturkan pada si ibu dan mas sopir yang dengan berbaik hati bersedia memberiku tumpangan. “Maturnuwon bu, mas” ucapku.

Sesampainya di puncak aku gak bisa berkata apa-apa, mobil yang aku tumpangi pun menggunakan tenaga penuh untuk melewati jalur tersebut. Untungnya si mas supir sudah terbiasa sepertinya.
Melangkah sedikit menuju Cemoro Sewu aku menjumpai beberapa pendaki yang baru turun dari Puncak Lawu. Sambil melepas lelah, kami berkenalan dan saling bercerita. Udara dingin memaksaku untuk membakar rokok. *udud sik...

Memang Cemoro Sewu merupakan salah satu jalur menuju puncak gunung Lawu. Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 meter memang di kenal sebagai gunung yang mempesona, statusnya gunung api yang istirahat, maksudnya sudah gak tidak aktif lagi. Selain menyimpan banyak misteri, di lereng gunung ini terdapat percandian peninggalan masa Majapahit loh, namanya candi Sukuh dan candi Cetho. Wuihh keren ya! Sayangnya waktu belum mengizinkan aku ke sana, so lain waktu aja deh, hehehe

Sembari udud dan minum teh anget, kami bercerita lebih jauh. Nampaknya mereka mendaki cuma semalam, sekedar menikmati sunset katanya. Cerita punya cerita, sayangnya mereka tidak begitu menghargai perjuanganku ke sini dengan bersepeda, fuhh. Tak apalah, bukan maksudku, yang penting tujuan ku ke sini tercapai hehehe...

Suasana pegunungan memang sudah lama tak kujumpai. Aku sangat menikmati. Lelah yang tadi menyerang begitu besarnya sirna hilang seketika. Karena begitu dingin, celana jeans yang kubawa langsung kupakai menutupi celana pendek yang telah ku pakai sebelumnya. Saat itu udara berhembus dingin sekali, satu dua batang rokok plus teh anget kupaksa menemaniku...

Setelah kurang lebih satu jam menikmati suasana Cemoro Sewu aku bersiap pulang. Dengan berbekal pengalaman saat pergi, pulang ini aku merasa lebih santai. Benar saja! Perjalanan pulang ku lalui tanpa hambatan sama sekali. Aku meluncur dengan indahnya melewati turunan tanpa repot menggowes pedal sepedaku. Hanya saja aku dituntut pandai2 mengendalikan diskbrake dan stang sepedaku. Jangan sampai lengah atau oleng! Bahaya!

Sampai akhirnya kubelokkan sepedaku menuju obyek wisata air terjun Grojogan Sewu. Di tempat ini juga tersedia fasilitas kolam renang, flying fox, dan jangan khawatir, buat yang kepengen ‘tuttttttt' [sensor] ada juga penginapan, hehehe... Tapi untuk menuju ke air terjun ini tidak gampang, harus menuruni anak tangga yang berjejer dengan rapinya. Namun perjuangan itu terlunaskan setelah melihat salah satu keindahan ciptaan Tuhan. Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 81 meter sungguh menawan, indah sekali. Sungguh takjub melihatnya!

Melengkapi perjalanan, tak lupa menikmati sate kelinci khas Tawangmangu ditemani keluarga monyet setempat yang duduk manis di sekelilingku (reuni ya mas?). Begitu lahapnya para sate ku makan, entah karena emang enak atau rakus?

Sadar dengan waktu yang harus ku tempuh pulang butuh waktu panjang, aku tak bisa berlama-lama. Setelah istirahat makan sate, aku memutuskan untuk segera melakukan perjalanan pulang. Namun kedua kakiku ditantang lagi untuk menaiki anak tangga satu per satu. Huhhh, melelahkan!

Sampai akhirnya ku ambil sepedaku di parkiran dan aku bersiap pulang dengan melewati jalur yang sempat menghalangku sewaktu perjalanan pergi. Sekarang apa yang dikatakan kakek dan nenek moyang ‘bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian’ aku rasakan.

Perjalanan pulang ini lebih mengasyikkan, dan akupun meluncur like a rocket!
yuuhuuuuuuu.......



*Gila di 14 November 2009

Perempuan itu

Padanya di antara langit sore dan hujan yang baru saja memulai tugasnya,.

Seakan hanya sejumlah mataku yang tahu, sebab seketika telingaku menjadi buta, pun bibirku menjadi lumpuh, dan tubuhku entah kemana, siapa yang pinjam. Sebegitu parah kah aku!

Kepadanya seperti aku air sungai yang deras mengalir, lalu berhenti seketika karena kaku membeku menjadi es, kemudian butuh lama waktu merubah kembali menjadi air.

Lalu kepadanya, termalanglah bahagiaku ini, kasihan aku!

Padanya pun tak mampu mendekatkan ini raga, pergi sudah keberanianku. Terlebih lagi untuk sekedar menyapa apalagi bercakap. Ah, mengapa begitu lemah bibir ini tuk memuntahkan kata padanya.

Aku takut! Aku gugup! Aku tolol! Aku bingung! Aku sakit! Aku dingin! Aku tidak biasa! Aku gila! Aku sapi! Aku tukang sapu! Aku kernet bus! Aku tukang copet! Aku jalanan, Sok Penyair!

Aku balita, yang takut ditinggal ibu pergi belanja!

Entalah bagaimana cara harus mulainya, dengan apa, selanjutnya apa, lalu bagaimana, kemudian, akhirnya???

Masih padanya terus saja sejumlah mataku memandanginya, hingga semakin aku jatuh padanya.
Sungguh padanya dadaku pecah, hatiku berdesir! Rasanya, seperti diterjang gajah dengan keempat kaki bulatnya yang tak kecil. Matikah aku seketika?

**
Semua olehmu duhai perempuan Sabtu sore di Januari nomor urut 23.
Hanya padamu, pada indahmu,.

Hingganya akulah tong sampah, dan flamboyan bukanlah aku!

Hitam dan Bunyi

Dua bola mataku kiri dan kanan
Saling imbal saut-sautan
Ya, aku ingat
Ada janji dengan pagi

Ahh... Aku benci
Tapi siapa yang harus dibenci
Nol lewat limapuluh
Tak banyak issue adanya

Profan para perantau
Di antara lelah mata dan kegelapan
Kuping-kuping, bunyi-bunyi
Menemani kegamangan ini malam

Hitam yang jadi penerus
Tak mampu memberi rasa
Ya sudah kalau begitu
Mari sambut aku

*penjara kamar kost, 111209

Teks lagu 'You Know You're Right' by Nirvana

I would never bother you
I would never promise to
I will never follow you
I will never bother you
Never speak a word again
I will crawl away for good
I will move away from here
You won't be afraid of fear
No thought was put into this
I always knew it would come to this
Things have never been so swell
And I have never failed to fail

[nothing else is right!!!!]

Pain... (x3)
You know you're right (x3)

I´m so warm and calm inside
I no longer have to hide
Let's talk about someone else
Steaming, soon begins to melt

[nothing else is right!!!!]

Nothin' really bothers her
She just wants to love herself
I will move away from here
You won't be afraid of fear
Nothing was put into this
I always knew it'll come to this
Things have never been so swell
And I have never failed to fail

Pain... (x5)
You know you're right (x12)
You know your rights (x4)

Pain...

Catatan kecil buat Solo

Selasa, 5 Januari 2010

Entah sebabnya malam ini begitu tebal rasa malas datang bertamu. Demi memanjakan sang tamu, ku langkahkan kaki ku keluar dari kamar kost yang begitu pelit dengan angin segar. Ya, sekedar mencari hiburan mengusir rasa penat ku menjalani aktivitas yang mulai berarah pada kejenuhan.
Benar saja. Pendopo ISI Surakarta yang ku jambani begitu ramai dikunjungi manusia. Malam ini tengah berlangsung Pentas Awal Tahun, HMJ Tari sebagai penyelenggara.

Memang kedatanganku sedikit terlambat, mestinya aku datang lebih awal untuk dapat menyaksikan keseluruhan rangkaian acara. Tak ingin ketinggalan lebih jauh, aku langsung mencari space yang nyaman untuk menangkap tawaran hiburan malam ini. Lakon Gatotkaca menjadi awal yang cukup menghibur, aku mulai menikmati. Lebih dari itu, reaksi para penonton pun tak luput dari perhatianku. Sekitar ratusan penonton mengisi ruang pendopo, depan, kiri, kanan, bahkan pelataran pendopo pun terlihat menjadi tempat yang sangat mengasikkan. Mereka terhibur?

Lanjut para penari kontemporer dengan begitu ekspresif memberi pesan tentang kegalauan masyarakat urban pada angkutan rakyat (baca: kereta). Musik yang dinamis sedikit memancing ku untuk turut bergoyang (t.e.t.a.p.i. menghindari hal2 yang tak diinginkan, ku hanya menggoyangkan kedua jempol jari tanganku saja. Kaya dangdutan gitu! hhh). Meriah tepuk tangan di tambah riuh sorak-sorakan menyambut dan mengakhiri pertasnya.

Tibalah beberapa penari selanjutnya yang menawarkan menu cross gender dengan lincahnya bergerak kesana kemari. Lepas suara tawa penonton begitu ramai terdengar, aku pun merupakan bagian dari itu. Memang dengan konsep seperti yang mereka tawarkan begitu mudah menarik urat tawa kita, sehingga begitu banyak yang berani mengambil peran tersebut. Ruang inilah yang sering dipakai sebagai jembatan untuk membuat penonton tertawa, bahkan terbahak-bahak. Bukankah begitu banyak para pekerja seni pertunjukan khususnya pelawak yang sukses dengan peran ini! Padahal kalau kita bersifat kritis mungkin sebagian dari mereka bukan sekedar memainkan peran, tetapi memang bener-bener 'b.a.n.c.i' (hihihi, but nebak2 aja!).

Lepas dari itu, kota ini memberi kesan tersendiri bagi ku. Kota yang tak pernah jauh dari pertunjukan, baik musik, tari, teater, pameran rupa-rupa, dan lain sebagainya, tradisi, kontemporer, populer, begitu intens terselenggara. Kondisi yang menguntungkan para pekerja, penggiat, dan penikmat seni. Unsur-unsur yang saling bersinergi menelurkan keberlangsungan. Masyarakat setempat pun memberi sikap yang diwujudkan dengan apresiatif. Pernah pada suatu waktu aku dan teman ku sengaja menghadiri dua pertunjukan sekaligus pada satu malam di tempat yang berbeda, dan dari kedua tontonan tersebut tak ada satu pun yang sepi pengunjung, kedua-duanya sama ramainya. Padahal kalendernya 'musik keroncong' dan etnomusikologi. Sikap yang mampu memberi energi positif terhadap musik tradisi. Walaupun tidak seluruh yang memberi perhatian, namun sebagian dari itu mampu memberi kehidupan pada seni. Bahkan mungkin lebih dari cukup. Porsi ini pun di ambil berdasarkan parameter ku tersendiri, terukur karena racun budaya mulai menyerang kearifan lokal.

Keberlangsungan ini merupakan fenomena yang menarik. Peran pemerintah setempat menjadi penting di sini, berbagai fasilitas yang disediakan menjadi lahan tumbuhnya kreativitas seni. Pelajar, mahasiswa, dan pekerja seni terpacu untuk terus menghasilkan karya. Hingga pada waktunya menjadi pertunjukan yang menarik. Sungguh korelasi yang tersistematis. Nampaknya pun mereka semua begitu menjaga keberlangsungan ini. Ya, meskipun tak luput dari kepentingan-kepentingan tersembunyi. Jelasnya mereka selalu menjauh dari kata puas, sehingga langkah untuk mencapai hasil maksimal selalu terarah. Hmm, benar juga. Yang namanya puas itukan seringkali menghentikan langkah kita, bukan?

Hah, tak terasa lima batang rokok habis kujadikan asap, tenggorokan mulai terasa dahaga, sebaiknya aku bersiap. Tari ala Banyumasan menjadi rangkaian penutup acara malam ini, dan tak lupa tepuk tangan penutup ku hadiahkan untuk mereka yang memberi ku tontonan gratisan. Mampu memaksa kami semua tertawa meninggalkan lelah.

Baiknya ku ajak kaki ku melangkah menjambani angkringan di hangatnya mie rebus dan wedang jahe.


Sala, 06.01.2010

Teks lagu 'Where Did You Sleep Last Night' by Nirvana

My girl, my girl, don't lie to me
Tell me where did you sleep last night
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver the whole night through

My girl, my girl, where will you go
I'm going where the cold wind blows
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver the whole night through

Her husband, was a hard working man
Just about a mile from here
His head was found in a driving wheel
But his body never was found

My girl, my girl, don't lie to me
Tell me where did you sleep last night
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver the whole night through

My girl, my girl, where will you go
I'm going where the cold wind blows
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver the whole night through

My girl, my girl, don't lie to me
Tell me where did you sleep last night
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver the whole night through

My girl, my girl, where will you go
I'm going where the cold wind blows
In the pines, in the pines
Where the sun don't ever shine
I would shiver the whole night through

Teks lagu 'Lithium' by Nirvana


I am so happy because today I found my friends,
They are in my head,
I am so ugly, That is okay, because so are you,
We have broke our mirrors,
Sunday morning is everyday for all I care,
And I am not scared,
Light my candles in a daze because I have found God,

Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah,
..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah!

I'm so lonely, That's okay, I shaved my head,
And I'm not sad, And just maybe I'm to blame for all I've heard,
But I'm not sure, I'm so excited, I can't wait to meet you there,
But I don't care, I'm so horny, That's okay my will is good,

Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ...Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah,
..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah!

I like it - I'm not gonna crack
I miss you ...I'm not gonna crack,
I love you ...I'm not gonna crack
I kill you ...I'm not gonna crack,
I like it ...I'm not gonna crack
I miss you ...I'm not gonna crack
I love you ...I'm not gonna crack
I kill you ...I'm not gonna crack

I'm so happy 'cause today I found my friends, they're in my head,
I'm so ugly, That's okay, 'cause so are you, broke our mirrors,
Sunday morning is everyday for all I care, and I'm not scared,
Light my candles in a daze 'cause I've found God,

Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah,
..Yeah, Yeah, ..Yeah, Yeah, ..Yeah!

I like it - I’m not gonna crack
I miss you ...I'm not gonna crack,
I love you ...I'm not gonna crack
I kill you ...I'm not gonna crack,
I like it ...I'm not gonna crack
I miss you ...I'm not gonna crack
I love you ...I'm not gonna crack
I kill you ... I'm not gonna crack

do do do

Kepada langit

Langit sore ini begitu indah
Garis-garis cahaya masih terlihat dibalik awan
Langit sore ini begitu indah
Lukisan alam lukisan indah
Langit sore ini
Dalam ruang dan waktu
Sore ini...
Langit sore ini begitu indah
Begitu indah langit sore ini
Merah merona beriring datangnya gelap
Masih terlihat indah
Masih mempesona
Masih menjadi dirinya
Inikah namanya senja
Inikah namanya megah-megah
Inikah sore duabelas Januari

Malam

MALAM,
hadirmu datangkan kelemahanku,
meski lelah terhapus olehmu,
tak mampu aku tidur di pangkuanmu

Malam,
engkau terang bagiku,
siang pun tak mampu mengalahkanmu,
tak mampu aku meninjumu,
tak pelak aku mencakar gelapmu,
tak kuasa aku memanjamu.
Pesonamu menerjangku, selalu.

Malam,
tentu aku terlarut akan janji setiamu,
ku tahu, pastinya kau kan pergi seusai ini,
kemudian datang kembali setelah matahari membenamkan diri,
di saat itulah peluh tercurah padamu.

Malam, dengar, padamu ku berkata

Kemarin, kini, kemudian esok

BILA sebuah adagium dalam karangan Belanda mengatakan 'In het heden ligt het verleden, in het nu wat komen zal', kita harus menyadari kalo di masa kini tercakup masa lalu, dan di masa sekarang terkandung masa depan (?)

Biasanya hal sepele seperti ini terkadang (sengaja) terlupakan, bahkan tak terpikirkan oleh kita kalo dalam sejarah manusia, masa kini merupakan kelanjutan yang tak terpisahkan dari masa yang telah mendahuluinya, dan sekaligus merupakan perkembangannya. Dalam hal ini perkembangan melalui proses, dan alhasil adalah perubahan. Nah perubahan ini menjadi tanda tanya besar bagi kita. Bisa berupa kemajuan, bisa jadi kemunduran.

Pilihan pertama tentunya bagi manusia yang berpikir!

Apakah Tuhan punya akun fesbuk?

Semua demi kebenaran lho bukan untuk sekian pembenaran. Ada segempok kecil tanya untuk kita jawab sendiri. Mari deh!

*
Mungkinkah Tuhan punya akun fesbuk? Apakah mungkin untuk mengetahui apa yang kita pikirkan, kita mohonkan, Dia mesti membaca dari fesbuk? Hingga pada masanya bagaimana bisa manusia memilih dinding fesbuk untuk mengaksarakan sebanyak doa dan pengharapan. Aneh bukan(?)

Terlepas kebaikan pesan demi kebenaran lho, demikian itu tak jarangkan kita jumpai! Baik dari temen cewek pun temen cowok, tapi bisalah kita ketahui sendiri mana yang lebih diberatkan. Hehe... Entahlah, memang tak terpikirkan oleh kita atau (sengaja) terlupakan. Seperti ada rasa tak ikhlas sendiri melakukan, seakan harus diketahui seorang banyak.
Tentu bagi yang (menganggap dirinya) beriman mesti tahu dong, doa dan harapan kan mutlak ikhlas dipanjatkan hanya kepadaNya. Pokoknya tak penting untuk diketahui sesama, terlebih lagi mengharapkan mendapat acungan jempol imut plus aneka komentar manja dan terkadang menggemaskan. Bukankah kita tahu, hal tersebut akan menjadi lain kalau nampak pada sesama!
Atau lupakah kita kalo Tuhan itu hakekatnya Maha Mengetahui dan Maha dari segalanya!
Tuhan itukan bukan kita toh! Dia tidak butuh pergi ke warnet untuk mencari berita, Dia tidak butuh pula pulsa untuk sekedar ingin tahu, Dia tidak perlu apalagi membuka laptop. Dia tidak perlu itu! Yang kita harus tahu dan ingat selalu Dia Maha Mengetahui. Tidaklah sulit bagiNya untuk mengetahui apa yang kita pikirkan, kita lakukan, sekalipun sekedar kita berniat dalam hati. Pun yang masih misteri bagi kita, Dialah Yang Maha Tahu.
Bukankah akan lebih baik, segera menyadari itu! Hingganya tak perlu sebanyak doa kita diketahui antar sesama!

Doa kan ibadah?
Ya, betul. Programer acara termehek-mehek juga tahu. Namun kita semua harusnya lebih tahu sebaiknya ibadah adalah mulia bila kita ikhlas melakukan, niat hanya padaNya. Dan yang namanya mulia itu adalah milikNya.

Ikhlas koq, ikhlas!
Ya harus, kita memang dituntut demikian itu.

Jadi apa salahnya?
Gak tau juga ya! Sulit mungkin untuk memberi batasan benar salah, tapi patutlah dipikirkan selaiknya.

Ah, bodo deh!
t.o.e.n.g.g.g... ya udah juga deh! terserah deh juga!